Sunday, January 16, 2011

Sang Penasihat Setan

Posted by usoPkuChai On 11:53 PM 2 comments



"Beneran mo ikutan mas?"

 

Dia memandang kedalam mataku, tajam. Anak mata hitamnya bersinar-sinar, entah kerana gembira atau kerana terkejut. Dahinya berkerut memperlihatkan garis-garis kasar yang menarik sama bergerak-gerak keningnya yang hitam dan tebal. Aku membuka topi keledar dan menganggukkan kepalaku dengan cepat.

 

Senja itu hujan gerimis. Petang khamis. Malam itu katanya malam jumaat keliwon mengikut hitungan kalendar jawa. Kata orang malam jumaat keliwon ini malam hantu setan keluar beramai-ramai. Yang aku faham malam jumaat keliwon ini malam bulan penuh bersinar. Namun rasanya malam ini bulan akan bersembunyi lagi. Seperti malam-malam lain dibulan tengkujuh. Awan hitam menyelubungi langit.

 

"Di kost mas aja yah? Lebih enak. Jadi mas nggak perlu repot-repot mo keluar lagi," ujarnya sambil mengembalikan wang lima ribu rupiah sebagai baki dari wang dua puluh ribu rupiah yang aku hulurkan sebelumnya sebagai upah menghantar aku pulang dengan motor bebeknya.

 

"Lho, emang sampeyan janjian ama dia gimana?"

 

"Tenang aja mas. Toh dia yg nyari saya. Bukan saya yang manggil. Emang biasanya gitu."

 

Aku senyum dan melangkah memasuki pintu pagar motel yang sudah aku sewa selama hampir setahun ini. Sudah tiga kali aku berpindah bilik dalam motel ini. Sederhana tetapi aku menyukainya kerana ini satu-satunya motel yg mempunyai beranda kecil dengan pintu dan tingkap kaca setinggi tujuh kaki. Kurang sedikit rasa terkurung dalam sebuah bilik studio, terutama ketika menghabiskan waktu dihujung minggu diatas sofa menonton TV dan melayari internet.

 

Pintu bilikku terbuka. Kuletakkan bag sandangku di atas katil dan aku duduk di sofa. Aku nyalakan TV dan aku pasang sebatang rokok. Aku sedut dalam-dalam sebelum menghembusnya keluar perlahan-lahan. Apa yang telah aku lakukan tadi? Benarkah kisah tukang ojeg itu? Setan meminta nasihat manusia untuk menyesatkan manusia? Tak apalah, ini kan malam pembuktian. Biasanya cerita-cerita seperti ini kelentong saja. Aku padamkan rokok dan berfikir untuk mandi.

 

***

 

Waktu itu aku sedang di bilik air membasuh tanganku. Menghilangkan aroma sambal terasi dari celah-celah jari dan kuku yang kudapatkan dari nasi uduk berlaukkan paha ayam dan tempe goreng yang biasa aku pesan dari warung tepi jalan di hujung lorong di depan motelku. Hujan gerimis sudah tiada lagi, hanya udara dingin segar yang menerobos masuk ke bilikku dari tingkap yang ku biarkan terbuka.

 

Bunyi ketukan pintu berkali-kali kubiarkan sehingga aku selesai mencuci tangan. Setelah aku pusingkan anak kunci dan membuka pintu, sosok kurus berkulit hitam menyeringaikan giginya yang berkarat, mungkin kerana rokok kretek yang aku lihat tidak putus puntung dihisapnya ketika mangkal menunggu pelanggan, istilah yang bermaksud 'menunggu di pengkalan'. Dia menghulur tangannya dan kami bersalaman. Genggaman yang kuat, menunjukkan bahawa dia seorang yang berpendirian teguh. Aku menjemputnya masuk dan duduk disatu-satunya sofa dalam bilikku. Aku membuka peti ais dan menawarkan dia minuman.

 

"Sudah berapa kali dia menemui sampeyan?" tanyaku membuka perbualan.

 

"Nggak saya hitung mas kerna bukan cuma satu. Kadang-kadang datangnya berdua. Kadang-kadang yang datang itu tidak sama. Tapi emang setiap malam keliwon seperti ini pasti mereka datang," terangnya sambil meneguk 'pulpy orange'.

 

"Sampeyan nggak merasa berdosa ngajarin mereka nyesatin manusia?"

 

"Kan bukan saya yg lakuin mas? Toh kita sesama manusia aja saling ngajarin cara buat jahat. Orang nggak tau kita kasih tau. Orang yang baik-baik kita sodorin yang nggak-nggak. Orang buat jahat aja kita nggak mo nasiatin. Kalo di nasiatin malah kita yang dianggap nggak bener."

 

"Mending saya ngajarin setan mas. Itu juga bukan saya ngajarin gimana lakuin kejahatan, toh mereka lebih pinter mas. Saya cuma jelasin mengapa kalo yang mereka lakuin itu nggak berhasil. Setan kan nggak bisa masukin hati orang-orang yang baik."

 

Dia membuka topi dan meletakkannya di atas meja. Disibak rambut gondrongnya ke belakang dengan jari-jari kurusnya yang meruncing. Aku hanya mengenali dia sebagai tukang ojeg yang sering aku langgani sepulangnya aku dari pejabat. Orangnya suka tertawa dan suka bercerita kisah-kisah aneh kepadaku disepanjang perjalanan, walaupun biasanya aku tidak begitu mendengarkan cerita-ceritanya yang aku anggap karut-marut dan penuh tahyul. Hingga beberapa hari ini dia memberitahuku bahawa dia sering didatangi oleh setan yang meminta nasihat mengenai cara menyesatkan manusia. Dan pengakuannya itu menjentik sifat ingin tahuku yang menbuak-buak. Maka aku mahu dia membuktikannya malam ini, dan dengan santai dia bersetuju. Aku yang seram-sejuk.

 

"Mas sering buka jendela waktu malam yah? Bahaya mas. Setan seneng. Seolah nawarin mereka masuk. Orang tua-tua kan ngomong kalo malam harus tutup pintu dan jendela."

 

"Yang seneng itu maling. Setan kan bisa masuk walau ke tutup pintunya?" balah aku. Merasa sedikit terganggu dengan pernyataannya. Dia hanya menyeringai sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa.

 

"Sebenarnya apa sih yang mereka tanyain ke sampeyan?"

 

"Owh.. Ada satu malam yang datang itu setan yang memang kerjanya hancurin rumahtangga manusia."

 

"Emang setan juga dibagi-bagi kerjanya?" aku memotong kata-katanya.

 

"Iya mas. Ada yang kerjanya gangguin rumahtangga. Ada yang emang khusus untuk pencuri, judi, membunuh. Wujud mereka juga beda-beda. Aslinya yah. Tapi biasanya mereka bisa berubah-ubah bentuk sih. Pernah satu malam yang datang itu serem banget sampe saya sendiri kabur. Setelah itu dia membentuk jadi cewek cakep banget, kayak Luna Maya, baru saya berani."

 

"Terus dia nanya apa ke sampeyan?"

 

"Dia bilang dia disuruh misahin satu keluarga ini, supaya suaminya yang baik itu jadi jahat. Jadi si setan ini udah dapet merusak jiwa isterinya tapi suaminya itu tetap sabar mau diapain juga. Malah ibadah suaminya makin kuat. Ini yang si setan bingung. Biasanya kalo isterinya udah begitu suami pasti jadi nggak sabar dong kan?"

 

"Terus apa yang sampeyan nasiatin?"

 

"Saya bilang dibalikin aja. Orang yang baik jangan disuruh berbuat jahat, pastilah dia nggak mau. Jadi bikin aja yang baiknya itu jadi salah."

 

"Maksud sampeyan?"

 

"Gini loh mas. Kan dalam kitab-kitab juga ngomongin bahawa ibadat-ibadat kita ini nggak akan ada gunanya kalo kita merasa kita lebih baik dari orang lain. Nah, itukan lowongan buat setan. Maka saya bilangin ke setan itu, ubah aja isterinya jadi baik, ntar kan suaminya merasa doanya makbul. Terus makbulin aja doa-doa suaminya yang lain. Biar dia merasa jadi hebat kan? Terus isterinya akan muji-muji dia terus. Hati kita gimana dong kalo dipuji tiap hari? Lama2 GR kan? Akhirnya lupa diri. Solat yah solat tapi kan kyusunya udah beda."

 

GR bermaksud 'gede rasa', maksudnya menjadi bangga. Gila juga mamat ni. Ternyata dia juga bukan calang-calang orang. Di luar jendela keadaanya sangat gelap. Mungkin hujan lebat akan turun malam ini. Dingin angin mula menusuk tubuhku yang hanya berseluar pendek dan berbaju t-shirt nipis berwarna putih. Dia menyalakan rokoknya. Bau kretek menyengat memenuhi ruang.

 

"Boleh nanya nggak? Untungnya apa sih buat sampeyan? Aku lihat sampeyan biasa-biasa aja."

 

Aku lihat penampilannya yang ringkas, seluar jeans kumal dengan baju t-shirt lusuh terlindung dalam jaket hitam yang hampir tidak pernah dibukanya. Di belakang jaketnya tertampal logo kepala tengkorak yang tertusuk dengan pisau belati di atasnya dan kelihatan seekor ular berwarna hijau keluar dari lubang mata sebelah kiri tengkorak tersebut. Terlihat darah meleleh dari pisau belati itu membasahi bahagian atas tengkorak. Aku juga perasan yang dia hanya memakai selipar jepun berwarna putih, persis sama dengan selipar jepun yang aku gunakan di bilik air. Bercak-bercak tanah terlihat di kiri dan kanan seliparnya.

 

"Emang kalo temenan ama setan jadi kaya ya mas? Mana ada. Orang yang mau kaya itu orang miskin. Kalo saya ma nggak butuh apa-apa. Toh apa yang saya butuh semua saya dapat koq. Justeru saya lebih seneng begini."

 

"Terus ngapain sampeyan bantuin mereka?"

 

Dia hanya tersenyum sambil menyedut rokok kreteknya. Berdetus-detus bunyi cengkih melayan api yang menyala. Tiba-tiba angin kuat menderu menerjah tingkap yang terbuka. Kelihatan pokok di luar tingkap meliuk-liuk diayun angin menghasilkan bunyi desiran yang kuat ketika daun-daunnya saling bergesekan.

 

"Dia udah datang mas." sekujur bulu tengkukku berdiri mendengarnya.

 

***

 

Suasana menjadi hening. Dia kelihatan resah dan bangun meninjau ketingkap. Kelihatannya seperti dia sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Dan yang anehnya, dia bukan bercakap dengan seseorang di bawah. Bilikku berada ditingkat tiga, jika dia bercakap-cakap dengan seseorang diluar sudah tentu dia akan menunduk ke bawah. Tapi aku lihat dia bercakap-cakap dengan seseorang yang seolah-olah sedang bergayut di pokok. Aku masih duduk di atas katil, seolah-olah kakiku sangat berat untuk ikut melangkah melihat apa yang berlaku. Dia berpaling padaku dengan muka resahnya. Seolah-olah ada sesuatu di dalam mulutnya yang tidak membolehkan dia mengatakan sesuatu.

 

"Gimana yah mas. Dia bilang dia nggak bisa masuk ke kamar," akhirnya dia bersuara dengan tangan kanannya menggaru-garu kepala yang aku tahu tidak gatal.

 

"Kenapa?"

 

"Anu.. Dia bilang ada api. Jadi dia nggak berani."

 

"Emang api takut sama api?"

 

"Justeru itu mas. Besi juga kalah ama besi. Kita juga tanah kalah ama tanah. Kalo ditanam hancur tho? Katanya teman-teman dia juga nggak bisa masuk lewat pintu depan. Ngetok aja nggak berani."

 

"Mana setannya?"

 

Dia menunjukkan jarinya ke arah satu sosok hitam, seperti bayang-bayang sahaja kelihatannya, yang berselindung di celah-celah cabang pokok besar di depan bilikku. Tidak begitu jelas pada penglihatanku. Aku bangun untuk melihat. Aku cuba membesarkan anak mataku dan mencari-cari, aku perasan ada sesuatu yang bergerak seolah-olah mahu bersembunyi.

 

"Terus gimana? Apa di balkon aja? Berani nggak dia?"

 

"Iya deh. Ntar aku tanyain."

 

Dia membuka pintu beranda dan menyelinap keluar ke dalam gelap malam. Angin di luar menghembus memenuhi bilikku, mengejar keluar bau kretek berganti dengan bau lavender yang berdesup menusuk hidungku. Aku kembali duduk di pinggir katilku. Menunggu.

 


2 ulasan:

oii....engko lagi besar dar setan kut...

manusia itu sebaik2 kejadian, hantu jin takder kuasa apa2 pd manusia, dia hanya boleh buat sesuatu kat kita bila kita yg izinkan, dgn izin Allah.. ;)